20 May 2008

Reggae Garuda

Hari-hari berciap riuh tak beda sama sekali.
Apa yang beda, barangkali cuman hari sepi dan hari ramai, ya paling sedikit kayak begitulah untuk orang-orang semacam Gondrong, Cecep, Ucok, Sutrisno. Mereka menggelandang ke kota-kota besar selepas banjir menggusur rumah dan tanah warisan di tanah kelahirannya.
Ternyata Gondrong mengingat 20 Mei bukan hari Kebangkitan Nasional, tapi hari panas yang mengirim air bengawan memuncak dan membanjiri desanya berhari-hari, berminggu-minggu, mengirim empat orang keluarga terdekatnya ke sekubangan kuburan massal.

Gondrong hanya tertitik saat ditanya kenapa dia tinggalkan desa, siapa berani kuak luka perih kehilangan pak, emak, mbah dan adik ?


Gondrong hanya bertutur, tak satu pun pamong yang tahu dimana letak timbunan rumah dan sawahnya, dan peroleh jawaban, kalau pun ditemukan, sudah bukan miliknya lagi. Kini menjadi tanah negara, dan bakal tergenang air waduk selamanya.

Gondrong bertutur lagi, saat itu hanya dendam, satu ketika hendak membalas dendam pada keputusan merampas hak milik keluarganya, entah pada siapa pantasnya... Dia merasa tak terayomi, tak terlindungi, tak diperhatikan bahkan ditelantarkan.

Hanya karena merasa hidup masih lebih penting ketimbang bunuh diri, Gondrong bersama Cecep, adiknya semata wayangnya kini, Ucok, dan Sutrisno pilih membawa diri bersama truk pasir, dan menjadi buruh angkutnya.

10 tahun itu, masih perih bagi Gondrong. ya, 20 Mei.

Tak tebersitkan perasaan rindu Gondrong menengok kuburan keluarganya, karena toh, salam cintanya tetap berdenting di hatinya, ya tetap saja, merusak.

Paaaaakkkkk....eeeeeeee
Maaaaaaaakkkk.....

Bagi marmotji, kesedihan Gondrong adalah tamparan berat bangsa ini.
Yang katanya telah bisa memerintah sendiri.
Tapi tak pelak, hanya perilaku pongah seenak udhel...
Makin hari, tak mampu berbicara dengan sesama...hanya terwakili simbol semata

Simbol tegakkan hukum adalah penjara
Simbol pemerataan adalah pajak
Simbol sanksi adalah denda
simbol penegakan peraturan adalah sebatang kayu hitam yang bisa dipukulkan ke kepala atau tubuh...
Hemm....simbol..

Lalu simbol kemajuan adalah...
simbol kemandirian adalah...
Simbol kepercayaandiri adalah titik, titik, titik, dan titik teruuusss...

Masih mending ketika bicara simbol sex bangsa ini, gampang menunjukkannya...
yang penting syahwat dan birahi memuncak. Beres.

Tak perlu manusia bergelar tinggi dan berkalimat rumit untuk memaparkan simbol sex.

Jangan-jangan garuda pun sudah malu jadi simbol pemersatu, karena dirinya tak punya jenis kelamin. Sehingga bangsa ini tak punya jati diri, hendak jadi apa kelak. Karena juga tak punya jenis kelamin.

Sudahlah, jadi reggae garuda yang terangguk-angguk.
Inggih-inggih mboten kepanggih...(diiyakan tapi tak pernah dijalani)


catatan : Reggae Garuda adalah salah satu judul lagu yang sangat menyakitkan bagi siapa pun yang mencintai dan menjunjung tinggi makna kemanusiaan dalam bangsa ini. Lagu ini dirilis oleh sebuah band, bernama Jangan Asem, di kisaran tahun-tahun akhir 80an.
Salut untuk Norman dan Syamsul Umur yang kreatif menyusun syair lagu ini.

No comments: