14 August 2008

Konglo-peras!

Siapa yang paling bisa bangga saat menemukan salah seorang anggota keluarganya disebut sebagai 'orang sukses'.
Hayooo...masak gitu aja gak bisa njawab ?

Gampanglah, ya jelas keluarganya dong.
Siapa sih yang ndak ingin sukses, dan bisa membanggakan keluarganya ?
Yang bener aja ah, kalau ada yang ndak pengen bikin bangga keluarganya. Saking kebelet pengen, atau sangat ingin buru-buru tampak membanggakan, tak sedikit yang melampaui batas tata-krama dan kepantasan.

Pamer udhel contohnya, atau bahkan ada yang mamerin semua yang bisa bikin duit, yang dipake beli 'bangga'.

Heh..bangga bisa dibeli ? Jelas telat neh kalo gak tahu. Sudah lama, rasa bangga bisa dibeli.

Macam-macam bentuknya.

Contoh ya. Masuk sekolah, masuk kampus, masuk akademi, bisa jadi contoh sederhana. Misal sekolah A adalah sekolah yang bergengsi, karena prestasi siswa-siswanya di berbagai kompetisi akademis, atau banyak pesohor yang sekolah disitu. Mungkin juga karena kualitas sekolah tersebut.

Karena banyak peminat, akhirnya sekolah menerapkan tata penerimaan siswa berupa uji kelayakan.
Bagi siswa yang cukup pandai, bukanlah soal pelik, tapi bagaimana siswa yang tak cukup pandai.
Akhirnya terjadilah praktek suap yang cukup bergengsi saking halusnya.
Bisa ditebak, bila suap diterima, maka siswa itu akan bisa diterima. Banggalah orangtuanya karena anaknya berhasil diterima bersekolah di lembaga bergengsi.
Contoh lainnya sangat banyak, cari sendiri aja.

Nah, menjadi kaya pun demikian. Siapa tidak bangga dengan ukuran kesuksesan ini ? Entah caranya apa.

Tetapi begitu banyak cara menjadi kaya ternyata berupa pemerasan. Memaksa memperoleh 'pendapatan' yang tak layak.

Banyak sekali caranya. Berdasar kekuatan pangkat atau lembaga tempatnya bekerja, ini barangkali paling jamak terjadi dan dimaafkan oleh masyarakat. Kalau pun diprotes, paling-paling oleh orang-orang yang dirugikan. Selebihnya memilih diam, atas nama tak merasa rugi.

Ada juga yang gunakan kekuatan otot semata, seperti yang banyak dilakukan oleh preman penguasa wilayah di sekitar pusat keramaian masyarakat seperti pasar atau mall.

Sudah pasti merugikan, sudah pasti banyak korban yang kehilangan sesuatu yang tak perlu hilang, tapi siapa mau protes ?

Banyak sekali kekerasan yang terjadi diam-diam disekitar kita. Sekedar mendelik, menakuti, menggebrak, sedikit melukai hingga membunuh. Dan banyak dikarenakan dengan alasan uang. Alias memeras.

Dan banyak yang sukses melakui pemerasan kepada manusia (takutnya kalo salah paham kepada sapi...)

Sungguh...
Kadang-kadang marmotji tak percaya makna keberuntungan. Karena begitu banyak pemerasan terjadi setiap hari.

Apapunlah.
Mana ada keberuntungan terjadi begitu saja.
Yang ada cuman rebutan keberuntungan, dengan merampas atau memeras.
Memeras lebih sopan dibanding merampas, dan jarang dianggap sebagai kriminalitas, maka wajar kalau pemerannya sangat banyak.

Sehingga bisa pulang kerumah dengan tenang. Dan tak lama, berhitung hari, bulan dan tahun yang pendek, maka sang pelaku ini pun jadi miliarder.
Konglomerat ? ah enggak, karena gak mikir bisnis kog. Sudahlah terima aja disebut Kongloperas atau konglomeras.


No comments: